Ratusan Srikandi Pengawas Pemilu Deklarasikan Kesiapan Perempuan Mengawasi Pilkada 2020 di CFD Jakarta
|
Nurbaeni S.Pd AUD bersama Komisioner Kab/Kota Provinsi Jawa Tengah
Kota Tegal – Sebanyak 560 orang perempuan pengawas pemilihan umum (pemilu) se Indonesia berkumpul dalam kegiatan konsolidasi nasional yang diadakan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia (Bawaslu RI) di Red-Top & Convention Center Jakarta, Sabtu (31/8). Dalam kegiatan ini tak ingin ketinggalan, Nurbaeni Anggota pengawas pemilu perempuan dari Bawaslu kota Tegal pun turut hadir.
Acara konsolidasi dibuka oleh ketua Bawaslu RI. Abhan,SH.MH menjelaskan bahwa keberadaan kaum hawa sebagai pengawas pemilu menunjukan bahwa perempuan mampu bersaing dengan laki – laki. Kaum ibu harus turut ambil bagian dalam seluruh bidang kehidupan ekonomi, sosial, dan politik. Perempuan mempunyai kesempatan setara dengan kaum laki-laki untuk turut mewarnai semua sendi kehidupan.
Beberapa narasumber yg memaparkan materi diantaranya Dr.Sri Wahyu Ananingsih,SH,.M.Hum. Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Tengah ini mengupas tentang data pendaftar Bawaslu kab/kota di Jawa Tengah. Disebutkan jumlah pendaftar laki-laki sebanyak 1061 sementara perempuan 263. Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah perempuan baru berkisar 19%. Melihat prosentase perempuan yang masih kurang sesuai harapan maka Sri Wahyu Ananingsih berharap adanya sistem rekrutmen yang memberikan lebih banyak kuota untuk perempuan. Begitupun ketika seorang perempuan sudah lolos sebagai penyelenggara pemilu, maka wajib untuk meningkatkan kapasitasnya.
Dr.Wirdyaningsih,S.H.,M.H.,akademisi hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) juga menjelaskan peran perempuan di pemilu. Dalam beberapa sudut pandang dimulai dari perempuan sebagai penyelenggara. Terlaksananya pemilu yang Luber dan Jurdil dan terpilihnya peserta pemilu perempuan yang berkualitas. Perempuan sebagai peserta pemilu yaitu adanya sumbangsih keterwakilan perempuan 30% dan menyuarakan kepentingan pemilih dengan perspektif perempuan. Perempuan sebagai pemantau yaitu penggerak sosial mendorong pemilu yang Luber dan Jurdil. Perempuan sebagai pemilih yaitu mendukung keterwakilan perempuan dan penyampai aspirasi kepentingan perempuan. Dr.Wirdyaningsih,S.H.,M.H juga memberikan strategi penguatan perempuan dalam pemilu. Dari segi regulasi seharusnya perlu dilakukan peninjauan ulang regulasi pemilu dengan prinsip keadilan gender. Dari segi edukasi perlu adanya peningkatan pendidikan politik pemilih agar hanya memilih partai yang mempresentasikan kepentingan perempuan. Dan dari segi konsolidasi perlu sering dilakukan adalah konsolidasi dan sinergi antara peserta, penyelenggara dan pemilih perempuan.
Problematik peran perempuan dalam institusi politik dan kepemiluan dijelaskan oleh Sri Budi Eko Wardani. Dosen departemen Ilmu Politik FISIP UI ini menyatakan bahwa meskipun keterlibatan institusi politik dijamin oleh kebijakan afirmatif namun realitanya masih problematik karena tantangan internal, intitusi politik bias gender dan kebijakan diskriminatif. Tindakan afirmatif secara normatif membuka akses bagi perempuan masuk ke jantung kekuasan politik, namun ketika perempuan sudah masuk yang dihadapi adalah institusi politik dengan aturan main dan perilaku maskulin (bias gender). Perempuan masuk institusi politik bias gender tanpa perlindungan regulasi sistem politik yang setara dan adil. Sehingga agar dapat menang dan atau bertahan, sebagian perempuan memilih mengimitasi perilaku maskulin dalam persaingan meraih jabatan politik. Institusi kepemiluan juga didominasi oleh laki – laki. Tanpa tindakan afirmatif makin sulit akses perempuan untuk mendaftar apalagi sebagai penyelenggara pemilu.
Rangkaian acara Konsolidasi Nasional Perempuan Pengawas Pemilu se_Indonesia ini dilanjutkan dengan Deklarasi Kesiapan Perempuan Mengawasi Pilkada Tahun 2020.Ratusan perempuan pengawas pemilu ini berjalan kaki kurang lebih 3KM menuju kantor Bawaslu RI di Jl. MH. Thamrin Jakarta Pusat.
Deklarasi perempuan pengawas pemilihan umum seluruh indonesia menegaskan komitmen:
- Menjaga kode etik dan kode perilaku penyelenggara pemilihan umum dengan bekerja secara profesional, independen dan berintegritas;
- Memperjuangkan
pengarusutamaan gender dalam lembaga pengawas pemilihan umum dan penguatan
keterwakilan perempuan melalui:
- Perbaikan regulasi internal, program dan kebijakan lembaga;
- Keterpilihan perempuan minimal 30% sebagai pengawas Pemilihan Umum (Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Kelurahan/Desa, dan Tempat Pemungutan Suara) yang dimulai dengan keterwakilan perempuan dalam Tim Seleksi;
- menumbuhkan dan menguatkan budaya kerja organisasi yang sensitif gender; dan
- memantau secara reguler dan terukur status kemajuan perempuan pengawas pemilihan umum.
- Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah khususnya perempuan, penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya;
- Pengawalan pemilihan umum yang jujur, adil, demokratis serta penegakan hukum dan keadilan pemilihan umum dengan cara memaksimalkan pencegahan pelanggaran dan tegas menindak sesuai peraturan perundang-undangan terkait pelanggaran politik uang, politisasi SARA, penyalahgunaan jabatan, penggunaan fasilitas negara, manipulasi proses dan hasil pemilihan umum serta pelanggaran lainnya.
“Bersama Perempuan Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu”
Humas Bawaslu Kota Tegal