Lompat ke isi utama

Berita

GELAR TALK SHOW, BAWASLU KOTA TEGAL SOSIALISASIKAN PERBEDAAN SENGKETA DALAM PEMILU DAN PEMILIHAN

Tegal – Di tengah pandemi Covid-19, Bawaslu Kota Tegal terus menggencarkan sosialisasi untuk masyarakat. Kali ini, Kamis 29 April 2021 sosialisasi yang digelar dilakukan secara virtual. Memanfaat kan Pojok Pengawasan sebagai latar acara Talk Show “Moci Yuuh” episode 10. Sebuah upaya memberikan pendidikan politik bagi masyarakat khususnya di Kota Tegal dengan mengangkat tema Perbedaan Antara Sengketa Pemilu dan Sengketa Pemilihan atau Pilkada.

Menghadirkan narasumber anggota Bawaslu Kota Tegal, Nurbaeni yang memaparkan beberapa perbedaan antara sengketa pemilu dan sengketa pilkada. Koordinator  Divisi SDM, Organisasi dan Data Informasi ini menguraikan perbedaan dari dasar hukum, pengertian dan mekanisme dalam  penyelesaian sengketa proses pemilu dan sengketa pada pilkada.

“Regulasi yang digunakan antara penyelesaian sengketa pemilu dan sengketa dalam pilkada  berbeda. Undang-Undang yang digunakan untuk pemilu adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan Umum. Berbeda dengan Pemilu, dasar hukum yang digunakan untuk Pemilihan/ Pilkada berpedoman pada Undang-Undang Nomer 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota” Ujar Nurbaeni

Lebih lanjut Nurbaeni menjelaskan, bahwa selain undang-undang, turunan yang digunakanpun berbeda. Peraturan Badan Pengawas Pemilu atau Perbawaslu yang dipakai pada Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu adalah Perbawaslu Nomer 5 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu. Sementara untuk penyelesaian sengketa Pilkada mengacu pada Perbawaslu Nomer 2 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.

Pasal 466 Undang-Undang Pemilu menyebutkan sengketa proses Pemilu meliputi sengketa yang terjadi antar Peserta Pemilu dan sengketa Peserta Pemilu dengan Penyelengggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya keputusan KPU, keputusan KPU Provinsi, dan keputusan KPU Kabupaten/Kota.  Sedangkan Pasal 142 Undang-Undang Pilkada menerangkan Sengketa pemilihan terdiri atas sengketa antar peserta pemilihan dan sengketa antara Peserta pemilihan dan Penyelenggara Pemilihan Sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.

Anggota Bawaslu Kota Tegal ini kemudian menjelaskan lebih lanjut bahwa baik dalam Undang-Undang Pemilu maupaun Pilkada, jangka waktu yang diberikan untuk penyelesaian sengketa adalah 12 hari.  Pada Pemilu, proses pertama yang dilakukan adalah mediasi maksimal 2 kali dan jika tidak mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak, maka akan dilanjutkan adjudikasi. Sedangkan pada Pemilihan atau pilkada, maksimal dilakukan 2 kali untuk musyawarah dan mufakat, dan jika status musyawarah dan mufakat ini tidak mencapai kesepakatan, maka dilanjutkan ke musyawarah terbuka.

Lebih rinci, Ketua Bawaslu Kota Tegal  Akbar Kusharyanto menjelaskan perbedaan  terkait siapa pihak yang dapat menjadi pemohon dan termohon dalam sengketa proses pemilu maupun sengketa Pemilihan. Jangka waktu permohonan,  sifat putusan di Pemilu maupun pada Pemilihan, upaya hukum terhadap putusan Bawaslu serta batas waktu pengajuan upaya hukumnya.

Pengampu  Koordinator Divisi Hukum, Penanganan Pelanggaran Dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kota Tegal ini menjelaskan bahwa Pemohon dalam sengketa Proses Pemilu maupun Pemilihan/Pilkada  adalah Pihak yang mengajukan permohonan penyelesaian sengketa.  Pemohon ini terdiri dari Bakal Calon dan Calon Peserta pemilu atau Pilkada.

Adapun Termohon adalah pihak yang diajukan didalam permohonan penyelesaian sengketa. Untuk sengketa peserta pemilu dengan penyelenggara Pemilu, termohon adalah KPU, KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota, sedangkan dalam pemilihan termohon adalah KPU Provinsi atau KPU Kab/Kota.  Dalam  sengketa antar antar peserta untuk Pemilu, termohon adalah Partai Politik peserta pemilu, calon anggota DPR, DPD, dan DPRD atau pasangan calon, sedangkan untuk Pilkada termohon adalah pasangan calon.

“jangka waktu pengajuan permohonan untuk sengketa antara peserta Pemilu dengan penyelenggara pemilu adalah tiga hari sejak SK atau BA ditetapkan oleh KPU. Hal ini juga berlaku untuk permohonan sengketa dalam Pilkada. Pembeda diantara keduanya adalah jika dalam pemilu menggunakan hari kerja, sedangkan untuk pilkada memakai hari kalender” Jelas Akbar

Sifat putusan sengketa dalam Pemilu adalah final dan mengikat, makna nya apabila ada para pihak yang berkeberatan mekanisme nya adalah dengan koreksi ke Bawaslu RI. Berbeda dengan Pilkada, putusan sengketa bersifat mengikat, yang mempunyai makna pihak yang berkeberatan dengan putusan Bawaslu dapat melakukan Banding ke PTTUN.

Akbar lebih lanjut menyampaikan tentang upaya hukum terhadap putusan Bawaslu  Provinsi maupun Bawaslu Kab/Kota adalah dengan cara mengajukan koreksi ke Bawaslu RI, dilakukan paling lambat 1 hari sejak diputuskan.  Sementara itu, dalam Pilkada  upaya hukum atas putusan Bawaslu Ke PTTUN adalah 3 hari Kerja sejak diputuskan.

Giat sosialisasi  yang ditayangkan melalui chanel Youtobe Bawaslu Kota Tegal ini, bertujuan untuk memberikan edukasi agar masyarakat memahami perbedaan antara sengketa dalam Pemilihan Umum dan sengketa pada Pemilihan/Pilkada. Pemahaman ini sangat bermanfaat khususnya untuk partai politik yang akan berkontestasi pada penyelenggaraan Pemilu Serentak Tahun 2024, sehingga ketika nanti terdapat sengketa, maka Peserta pemilu sudah mengetahui dan memahami perbedaaan antara penyelesaian sengketa pada pemilu dan pemilihan/pilkada.  

Penulis : Nurbaeni

Tag
Bawaslu Tegal Kota
Berita
Uncategorized